Friday, February 29, 2008

Natirah, Ngojek untuk Hidup

Di Bumi Sawangan Indah, Pengasinan, Sawangan Depok, Natirah Ratnasari (33), cukup dikenal. Selain orangnya baik, supel, dan ramah, Natirah seorang Ibu yang dikenal tangguh. Ia sarat inspirasi, bagi orang-orang yang lemah dan menyerah pada keterpurukan. Natirah, sosok yang dinamis dan ulet. Jika sebagian kita ada yang kendur semangat hidupnya, kehidupan Natirah dapat menjadi cermin untuk belajar.


Tiga tahun lalu, Natirah ditinggal suaminya, dengan status cerai. Ia diwarisi tiga anak dan kredit rumah tipe 21, yang baru lunas tiga tahun lagi. Naluri keibuannya berputar cari akal. Bagaimana bisa menghidupi anak anak dan tetap mempertahankan mereka
untuk sekolah. Ibu dari Anita Puspita Sari (17), Aditya Permana (15), dan Lusiana Rahayu (9) ini, mencoba jualan peyek. Ketiganya sekolah di SMK, SMP, dan SD.

Tapi mengandalkan pada usaha amat mikro ini, jelas tak menyelesaikan masalah. Untungnya tak cukup untuk makan satu hari. Lantas, terbesit di benaknya untuk ngojek saja. Tapi ia tak punya motor. Apalagi, seorang wanita jadi tukang ojek, sungguh beratnya. Apa kata tetangga, duh malunya. Tapi, perasaan itu hanya sekejap. Nasib anak-anak dan kelangsungan hidup keluarga, mengalahkan semuanya. Maka, dengan dipinjami motor tahun 1990-an oleh kakaknya, Natirah memutuskan jadi tukang ojek anak anak sekolah.

Awalnya, ia malu untuk menawarkan jasa. Tapi perut tak cukup disumpal malu dan gengsi. Wanita yang hanya lulus SMP ini pun, perlahan menekuni profesi itu. Kini, ia punya sembilan pelanggan ojek. Natirah mengawali waktu kerjanya sejak pukul 06.00. Satu kali angkut, ia membonceng dua anak. Jarak ke sekolah lumayan jauh.

Usai mengantar pelanggannya, Natirah pulang ke rumah untuk mengambil dagangan peyeknya. Kemudian, ia menjajakan ke rumah rumah dan warung warung. Sampai jam 10.00, jualan itu baru berhenti. Natirah kembali menjemput pelanggannya ke sekolah. Hingga waktu dzuhur tiba, ia setia menunggu. Biasanya, ia menunaikan sholat sekalian di mushola sekolah.

Pulang menjemput pelanggannya, Natirah tak istirahat atau tidur siang. Ia punya aktivitas lainnya. Yakni, mengasuh anak-anak tetangga yang ditinggal orang tuanya kerja siang. Natirah mengambil anak-anak itu, untuk dibawa dan dijaga di rumahnya yang sempit.

Sembari menjaga anak-anak, ia nyambi memasak untuk makan anaknya, sepulang sekolah nanti. Biasanya, sekalian dia membuat adonan peyek untuk digoreng pada malam harinya. Anita, anak pertamanya, selalu setia menemani sang ibu hingga larut malam, untuk menggoreng dan membungkus peyek. Sementara, adik adik Anita serius belajar. Natirah pun bersyukur, jerih payahnya terbalas oleh prestasi sekolah anak-anaknya yang membanggakan.

Dalam keterbatasannya, ia bercita-cita dapat mengantarkan anaknya hingga jenjang kuliah. Tetapi, kadang ia tertawa geli. Mungkinkah dengan usaha yang dilakoni saat ini anak-anak bisa kuliah? Lulus sekolah saja rasanya sudah beruntung. Namun, Natirah bukan sosok yang mudah menyerah.

Di saat saat sulit, ia tak mampu memungkiri rasa sedihnya. Ia harus menghidupi keluarga seorang diri. Saat anak-anaknya tidur, diam diam ia berbincang dengan kucing kesayangannya. Dia, Si Belang, Si Memeng, dan Si Empus. Dicurahkannya rasa letih dan mimpinya, untuk mengantar anak-anak ke jenjang pendidikan tinggi. Kucing kucing itu pun, hanya membisu sembari tiduran di pangkuan tuannya. Ia yang menghibur dan mengusir lelah.

Menjelang Subuh, Natirah bangun untuk tahajud. Ia berdoa dan mengadu pada Allah SWT. Paginya, ia terasa punya energi baru, untuk membawa anak-anaknya menuju hidup lebih baik. Terus berjuang Natirah!

No comments: